Skip to main content
KEPITINGONLINE

follow us

Miris !! Fakta Kodokushi " Mati Dalam Kesendirian" Yang Menjadi Trend di Negara Jepang


Pada dasarnya manusia adalah mahkluk sosial. Setiap orang punya kebutuhan untuk berinteraksi dan menjalin hubungan dengan manusia lain. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi maka efek terburuk adalah rasa kesepian. Sekilas hal tersebut seperti sepele. Namun faktanya di Jepang kesepian dapat membawa seseorang pada kematian.

Kodokushi " mati dalam kesepian" seolah jadi tren di negara Sakura. Mirisnya menurut data tren ini terus meningkat setiap tahunnya. Meskipun belum ada data secara akurat, dari data ahli terdapat 30.000 orang meninggal dalam kesepian setiap tahunnya.

Fenomena ini sebenarnya sudah mulai ada sejak tahun 1983. Dan terus melonjak 3 kali lipat di tahun 1980 hingga awal 1990 an. Bahkan di tahun 2011 saja dilaporkan 2000 orang meninggal di Tokyo karena Kodokushi, hal itu belum mencakup seluruh Jepang jadi bisa di bayangkan banyaknya jumlah orang mati karena kesepian di sana.

Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya Kodokushi di Jepang. Diantaranya adalah kesibukan warga Jepang hingga membuat manula terlupakan

Saya ingat sebuah cerita zaman dulu di negara Jepang yaitu "Nenek tua dan ranting " dimana dalam kisah itu menceritakan seorang anak yang ingin membuang orang tuanya ke hutan karena sudah tidak mampu melakukan apapun selain hanya menyusahkan.

Hal ini faktanya tidak jauh beda dengan kehidupan masyarakat Jepang saat ini. dimana banyak orang - orang tua Jepang di biarkan sendirian dalam rumah atau apartment tanpa anak maupun saudara yang menemani.
Hal inilah yang memicu fakta miris bagaimana akhirnya mereka harus hidup dalam kesepian hingga ajal menjemput dan baru ketahuan setelah mereka membusuk.

Orang Jepang yang berusia produktif lebih memilih hidup melajang dengan berbagai alasan

Faktor ekonomi banyak di jadikan alasan kenapa orang Jepang memilih tidak menikah. Pria Jepang mengaanggap jika pekerjaan mereka tidak memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan keluarga setelah menikah. Pun demikian dengan wanita Jepang lebih suka melajang terlebih dengan ekonomi yang mapan hingga tidak membutuhkan pria dalam hidupnya.

Kodokushi tidak hanya dialami para lansia Jepang

Meski fakta menyebutkan jika kodokushi banyak menimpa kaum manula yang berusia 50 - 70 tahun namun faktanya banyak remaja juga mengalami Kodokushi. Persaingan hidup yang tinggi membuat mereka berhenti bersosialisasi, akibatnya hidup mereka berasa hampa. Dari sinilah timbul depresi hingga mengakibatkan Kodokushi. Pemerintah Tokyo bahkan melansir pada tahun 2015 lalu sebanyak 238 orang berusia 20 -30 tahun mengalami Kodokushi.

Kombinasi budaya Jepang yang unik, bercampur sosial dan demografi menjadi masalah serius

Dikutip dari Kompas.com pakar demografi Jepang mengungkapkan dalam beberapa dekade masyarakat Jepang  telah mengalami perubahan budaya maupun ekonomi. Akibatnya banyak anggota keluarga enggan merawat keluarga mereka yang telah masuk usia senja. Hal ini seolah mengungkap fakta bagaimana sakitnya menjadi Kodokushi, bayangkan 15 % lansia Jepang hanya bisa berbincang 1 kali dalam sepekan.
Jadi pantas saja jika kesepian telah menenggelamkan lansia Jepang hingga membawa pada kematian.

Rasanya hal ini bisa tuh buat renungan kita semua, bahwa sebenarnya kita tidak bisa hidup tanpa sentuhan orang lain. Di sadari atau tidak meskipun awalnya terasa nyaman namun lama kelamaan rasa sepi itu akan menghinggapi dan berikutnya akan timbul depresi. Karena itu jika saat ini kamu merasa sendiri hendaknya cepat - cepat bersosialisasi, dan buang jauh ego serta berprasangka baik pada orang lain, tentunya jika kamu tidak ingin jadi korban Kodokushi.

You Might Also Like:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar