Skip to main content
KEPITINGONLINE

follow us

Mirisnya Melihat Jumlah Murid SD Negeri Di Kabupaten Trenggalek

Jumlah sekolah yang semakin banyak tak ayal membuat para orang tua semakin mempunyai  banyak pilihan dalam menentukan sekolah yang terbaik untuk putra - putrinya. Bukan setingkat SMP ataupun SMA saja namun sejak dari SD bahkan PAUD sekalipun para orang tua sudah menyeleksi sedemikian rupa.

Terlebih saat ini dengan kecanggihan teknologi. Memaksa anak untuk ikut dalam arus zaman. Yang tentu saja jika sebagai orang tua tidak pandai memfilter anak, yaitu  bekal pendidikan dari rumah maupun di sekolah akan berdampak pada perilaku anak.

Maka sangat wajar jika para orang tua sangat selektif dalam memilih sekolah yang terbaik. Dan bukan menjadi rahasia umum lagi jika sekarang para orang tua lebih memilih sekolah Islami untuk membentengi putra - putri mereka.

Akibatnya tentu saja penuh sesak semua sekolah yang berdasar Islam. Dan sudah dapat di pastikan banyak sekolah  SD negeri yang muritnya bisa dihitung.  Memang sih semua murit di sekolah manapun bisa dihitung, tapi dari berbagai sumber dan dengan fakta yang saya lihat sendiri rata - rata SD di Trenggalek hanya memiliki murid kurang dari 10 orang. Jika pun ada SD yang mempunyai Murid banyak biasanya sudah mempunyai nama atau jauh dari keberadaan dari sekolah berbasis islam seperti Madrasah Ibtidaiah.
Foto Upacara Bendera yang diadakan oleh salah satu Madrasah Ibtidaiah di Trenggalek

Seperti halnya pengalaman pribadi saya. Ya...  tepatnya satu tahun yang lalu ketika anak saya mau masuk ke kelas satu Sekolah Dasar. Seperti pada kebanyakan orang tua yang menginginkan sekolah yang Islami untuk anaknya, saya pun demikian. Namun karena suatu kejadian, akhirnya membuat saya berfikir ulang untuk menentukan kemana anak saya bersekolah.

Pagi itu ketika saya sedang beraktivitas seperti biasa, tiba - tiba ada tamu yang datang, dua orang perempuan paruh baya dengan pakaian seragam PNS. Ada apakah gerangan fikir saya? ternyata oh ternyata beliau berdua adalah guru SD yang tengah jemput bola demi untuk mendapat anak didik baru. Bahkan saking inginnya mendapat murid beliau sampai memberikan seragam, buku alat tulis serta uang saku buat anak saya. Aduh... gimana nih fikir saya. Pertentangan batin antara ingin menyekolahkan di sekolah Islam dengan  rasa kasihan terhadap para ibu guru SD negeri yang sampai harus blusu'an ke tempat saya demi mendapatkan seorang murid,  dengan berbagai pertimbangan akhirnya saya menyerahkan anak saya untuk di didik di SD negeri.

Waktu berlalu hari pertama masuk sekolah tiba. Sambil mengantarkan anak bersekolah saya bertanya dengan para ibu pendidik. Benar saja kelas satu hanya diisi 7 murid ditambah anak saya dan temannya yang berasal dari PAUD yang sama akhirnya berjumlah 9 orang. Dengan jumlah anak lelaki 6 dan perempuan 3 ya lumayanlah fikir saya. Namun alangkah terkejutnya saya melihat murid kelas 2 cuma 4 anak , tak jauh beda dengan kelas 3 yang jumlah anaknya  cuma 6.  Mungkin kalau ditotal kelas 1 sampai dengan kelas 6 tak lebih dari 35 anak.


Sungguh jumlah murid yang sangat sedikit jika dibanding dengan jumlah siswa Madrasah Ibtidaiah, yang umumnya dalam satu kelas mencapai lebih dari 15 anak. Sungguh berapapun usaha yang dilakukan oleh para guru Sekolah Dasar seperti tidak ber efek bagi para orang tua karena pada kenyataanya para orang tua lebih memilih MI sebagai sekolah untuk anak - anak mereka.


Hal inlah yang seolah menjadi PR bagi seluruh para guru SD setiap tahunnya karena jika tidak turun tangan dengan mencari murid tidak bakal kebagian. Dan yang membuat miris, sudah susah - susah cari murid waktu kenaikan kelas ada murid yang pindah sekolah.  Heh... benar - benar menguji kesabaran.

Sebenarnya ada banyak keuntungan menyekolahkan anak di SD apalagi jika jumlah murid cuma sedikit. Para guru mempunyai perhatian lebih untuk anak didiknya.

Namun saya yakin setiap apa yang kita pilih mempunyai konsekuensi. Akhirnya saya sendiri lebih memilih mendidik anak di rumah untuk belajar mengaji serta hafalan juz Amma dan menyekolahkan madrasah di sore hari. Sebagai bentuk tanggung jawab selaku orang tua agar anak mendapat pengajaran agama yang baik.

Bukan saya tidak suka sekolah Islam, karena saya sendiri nantinya menginginkan untuk memasukan anak saya ke pondok pesantren plus. Dan saya fikir agar anak  sedikit tidak terbebani dengan jumlah mata pelajaran mengingat jumlah mata pelajaran SD lebih sedikit dari pada di MI sehingga pada akhirnya jika nanti sudah masuk SMP anak saya lebih siap untuk menerima pelajaran lebih banyak.

Sekarang untuk mengejar ketertinggalan pelajaran agama anak saya karena bersekolah di SD, setiap habis magrib saya ajar mengaji,  hafalan juz amma dan setelah pulang sekolah saya masukkan sekolah di madrasah.

Pilihan orang tua untuk memilih sekolah Islam memang sangat tepat mengingat zaman yang sudah sangat rusak. Namun yang saya sesalkan pilihan orang tua menyekolahkan putra - putrinya kadang tidak di imbangi dengan pengajaran anak di rumah. Banyak orang tua yang seolah sudah yakin dengan pilihannya memilih sekolah Islam dengan menyerahkan seutuhnya ke fihak sekolah,  sehingga banyak orang tua yang merasa jika sudah di sekolahkan di sekolah Islam anak sudah pasti berkepribadian  baik. Disinilah kesalahan para orang tua  karena kunci kesuksesan akhlak anak adalah dimana jika anak di rumah mendapat pengajaran yang baik dari orang tuanya kemudian disekolahkan di sekolah yang berkwalitas.

Jika anda berfikir saya curhat ya memang saya akui,  karena kenyataanya sebagai orang tua saya pun di bully oleh para tetangga yang menyekolahkan anaknya di sekolah Islam.  Karena menurut mereka keputusan memasukkan anak saya ke SD kurang tepat karena dasar agamanya kurang.

Apa yang saya tulis ini merupakan wujud keprihatinan  selaku orang tua murid yang bersekolah di SD. Karena bagaimanapun ada perasaan was - was dalam hati,  jika suatu saat nanti sekolah tiba - tiba di tutup  karena kekurangan murid. Karena perlu tahu saja. Saat anak saya masuk kelas 2 ada 4 anak yang pindah sekolah. Dan siswa kelas 1 sudah tidak ada muridnya. Ya, semoga saja sekolah SD di Trenggalek yang kekurangan murid tidak sampai di tutup seperti halnya 200 SD di Kabupaten Banyuwangi yang ditutup karena ketiadaan murid.

You Might Also Like:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar